Beranda | Artikel
Hadits Arbain Ke 35 - Semua Muslim Bersaudara
Rabu, 29 September 2021

Bersama Pemateri :
Ustadz Anas Burhanuddin

Hadits Arbain Ke 35 – Semua Muslim Bersaudara merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Anas Burhanuddin, M.A. dalam pembahasan Al-Arba’in An-Nawawiyah (الأربعون النووية) atau kitab Hadits Arbain Nawawi Karya Imam Nawawi Rahimahullahu Ta’ala. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 21 Safar 1443 H / 28 September 2021 M.

Status Program Kajian Kitab Hadits Arbain Nawawi

Status program kajian Hadits Arbain Nawawi: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Selasa sore pekan ke-2 dan pekan ke-4, pukul 16:30 - 18:00 WIB.

Download juga kajian sebelumnya: Hadits Arbain Ke 34 – Aturan dalam Merubah Kemungkaran

Kajian Hadits Arbain Ke 35 – Semua Muslim Bersaudara

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: «لاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَتَنَاجَشُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخوَاناً. المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَخذُلُهُ، وَلَا يَكْذِبُهُ، وَلَايَحْقِرُهُ. التَّقْوَى هَاهُنَا -وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ- بِحَسْبِ امْرِىءٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ المُسْلِمَ. كُلُّ المُسْلِمِ عَلَى المُسْلِمِ حَرَامٌ: دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Janganlah kalian saling hasad, janganlah saling memancing (harga), janganlah saling membenci, janganlah saling berpaling/memutus, dan jangan pula berjualan di atas penjualan orang lain, hendaklah kalian menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara. Muslim adalah saudaranya muslim. Jangan sampai dia mendzaliminya, mengecewakannya, membohonginya, dan mengejeknya. Takwa itu di sini –beliau menunjuk ke dadanya tiga kali–. Cukup buruk bagi seseorang jika dia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim itu haram atas muslim yang lain, yaitu haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.’” (HR. Muslim)

Jangan saling hasad

Ini senada dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ

“Jauhilah oleh kalian jasad (iri dan dengki), karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (HR. Abu Dawud)

Api kalau dihadapkan pada kayu bakar, maka itu adalah makanan yang empuk bagi apik. Kayu bakar akan habis oleh api. Maka demikian juga dengan amal shalih jika dihadapkan pada hasad.

Beliau juga mengatakan:

دَبَّ إِلَيْكُمْ دَاءُ الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ: اَلْحَسَدُ وَالْبَغْضَاءُ ، وَالْبَغْضَاءُ هِيَ الْحَالِقَةُ ، حَالِقَةُ الدِّيْنِ لاَ حَالِقَةُ الشَّعْرِ

“Telah menyebar di antara kalian penyakit umat-umat sebelum kalian; hasad dan saling benci (di antara umat Islam). Permusuhan adalah sesuatu yang mencukur habis agama seseorang, bukan rambutnya.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

Hasad adalah sesuatu yang ada di hati setiap manusia. Karena setiap orang tidak ingin ada orang lain yang mengalahkannya, baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Namun orang yang mulia akan menyembunyikan perasaan itu, dia akan menyimpan dan menahan sehingga tidak membuatnya melakukan hal-hal yang dilarang. Dia justru malah mendoakan orang lain dengan kebaikan, dia berbuat baik kepada orang tersebut dalam rangka menghilangkan hasad yang ada pada dirinya.

Sementara sebagian orang yang lain tidak bisa menutupinya. Hasad dan iri yang ada dalam hatinya itu dia tampakkan dalam perkataan-perkataan dan sikap-sikapnya. Sehingga dia mengharapkan nikmat yang ada pada orang lain itu hilang, baik berpindah kepada dirinya ataupun yang penting tidak lagi dimiliki oleh orang tersebut. Ini adalah hasad yang dilarang.

Hasad terpuji (Ghibtah)

Kalau kita punya rasa iri kepada orang lain, tapi kita tidak mengharapkan hilangnya nikmat tersebut dari dirinya, jika ini terjadi pada urusan-urusan duniawi, Ibnu Rajab Al-Hambali mengatakan bahwa ini tidak ada manfaat/kebaikan di dalamnya.

Adapun kalau dalam urusan akhirat, maka ini bagus. Ketika ada seorang saudara kita yang diberikan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa takwa yang tinggi, iman yang tebal, ibadah yang rajin, ilmu yang banyak dan bermanfaat, kemudian kita berharap bisa mendapatkan seperti itu juga, kita ikhtiar untuk bisa memilikinya tanpa berharap nikmat itu hilang dari saudara kita ini, maka ini adalah hasad yang terpuji. Inilah yang disebut dengan ghibtah (arab: غبطة).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٍ آتَاهُ اللهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَقُوْمُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ ، وَرَجُلٍ آتَاهُ الله مَالاً فَهُوَ يُنْفِقُهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ.

“Tidak ada hasad kecuali dalam dua perkara; seseorang yang Allah beri hafalan Al-Qur’an kemudian dia shalat dengan hafalannya dimalam hari dan disiang hari, dan seseorang yang Allah berikan harta kemudian ia membelanjakannya di jalan Allah sepanjang malam dan siang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi bukan hartanya yang membuat kita hasad, tapi kita bercita-cita banyak sedekah tanpa berharap nikmat tersebut hilang dari saudara kita.

Inilah dua perkara yang kita boleh hasad. Dimana keduanya merupakan urusan akhirat. Bahkan kita dianjurkan bagi kita untuk iri hati dengan orang yang diberikan dua nikmat ini, kemudian kita berusaha untuk mendapatkan keutamaan itu juga tanpa berharap nikmat tersebut dicabut oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala darinya.

Janganlah saling memancing

Menit ke-16:55 Secara bahasa, najasy artinya memancing binatang buruan supaya keluar dari lubang atau dari tempat persembunyiannya. Secara istilah najasy ini diartikan sebagai memancing naiknya harga (dalam suatu proses lelang). Yaitu jual beli dengan cara harga yang dibiarkan terus bertambah. Ini dibolehkan dan terjadi pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Ketika terjadi lelang, ada kebiasaan di sebagian tempat dimana orang yang melelang barang ini memiliki tim khusus. Tim ini adalah orang-orang yang pura-pura untuk ikut menawar harga padahal mereka tidak punya keinginan untuk membeli sama sekali. Mereka datang ke tempat lelang kemudian pura-pura menjadi pembeli di situ agar harga terus naik. Ketika ada seorang pembeli yang nyata menawar dengan suatu harga, maka dia akan mengangkat tangan kemudian menaikkan harga. Sehingga kemudian para pembeli yang nyata akhirnya juga berlomba-lomba untuk menaikkan harganya.

Dia tidak punya maslahat untuk membeli barang, tapi dia ingin memberikan keuntungan kepada si penjual tapi caranya dengan mengorbankan orang lain. Para pembeli yang ingin membeli barang tersebut akhirnya tidak mendapatkan harga yang sesuai dengan mekanisme pasar. Ini dilarang dalam agama kita.

Sebagian ulama menafsirkan najasy dengan arti yang lebih umum. Yaitu semua bentuk penipuan (dalam jual beli atau yang lain) berupa memancing harga yang membumbung atau bentuk penipuan-penipuan yang lain. Ini juga masuk dalam larangan.

Janganlah saling membenci

Menit ke-20:24 Permusuhan adalah sesuatu yang sangat umum terjadi pada zaman Jahiliyah. Kemudian ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membawa Islam kepada umat beliau, maka jadilah umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hamba-hamba yang saling bersaudara dan tidak bermusuhan. Nikmat ini disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

“Dan ingatlah nikmat Allah atas kalian ketika dahulu kalian bermusuhan kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatukannya hati kalian sehingga menjadi saudara-saudara dengan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Ali-Imran[3]: 103)

Maka nikmat ini hendaknya kita jaga, persaudaraan muslim jangan kita hancurkan dengan saling membenci dan saling bermusuhan. Karenanya kita disyariatkan untuk menghindari segala bentuk perbuatan yang bisa menimbulkan permusuhan di antara muslim.

Ini menunjukkan bahwasanya persatuan dan kerukunan umat Islam merupakan salah satu tujuan diturunkannya syariat Islam kepada umat manusia.

Membenci karena Allah

Adapun yang dikecualikan dari saling membenci adalah membenci karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Misalnya membenci seseorang karena syirik yang dia lakukan, membenci seseorang karena bid’ah yang dia kerjakan, membenci seseorang karena dia memiliki banyak maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ini disebut sebagai benci karena Allah. Dan ini diperintahkan bahkan termasuk salah satu cabang iman yang agung. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَوْثَقُ عُرَى الإِيْمَانِ اَلْحُبُّ فِيْ اللهِ وَ الْبُغْضُ فِيْ اللهِ

“Tali iman yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.” (HR. Thabrani)

Jadi pada umumnya kita dilarang untuk saling membenci dan bermusuhan di antara umat Islam, tapi kebencian karena Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sebuah amal shalih yang merupakan salah satu tali dan cabang iman yang sangat kuat.

Janganlah saling berpaling/memutus

Menit ke-24:35 Ini senada dengan yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

لا يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاثِ لَيَالٍ، يَلْتَقِيَانِ فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا، وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلامِ

“Tidah halal bagi seorang muslim untuk meng-hajr (mendiamkan) saudaranya selama tiga malam/hari, keduanya berjumpa kemudian saling berpaling di antara keduanya. Dan sebaik-baik dari keduanya adalah yang memulai memberi salam dahulu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka ketika terjadi sebuah permasalahan duniawi antara kita dengan seseorang, misalnya karena ada kata-kata yang tidak kita sukai dari saudara kita, atau perselisihan dalam kepemilikan tanah, atau dalam perdagangan dan semacamnya, ini adalah urusan duniawi. Kalau kita meng-hajr saudara kita karena urusan duniawi, maka tidak boleh lebih dari tiga hari.

Kalau ingin memberikan pelajaran, ingin menjelaskan kepadanya bahwa apa yang dilakukan kepada kita adalah sesuatu yang tidak kita sukai, maka disyariatkan untuk meng-hajr dia tapi jangan lama-lama, maksimal tiga hari saja. Setelah itu harus segera beres dan ketika bertemu kita ucapkan salam lagi.

Adapun kalau hajr-nya karena urusan akhirat, misalnya karena maksiat-maksiat yang dia miliki, maka ini dikembalikan kepada maslahat (tidak terbatas pada tiga hari). Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meng-hajr Ka’ab bin Malik dan orang-orang yang tidak ikut berangkat dalam Perang Tabuk selama 50 hari, sampai turun ayat pengampunan untuk mereka. Baru kemudian setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggalkan hajr beliau kepada mereka.

Jangan berjualan di atas penjualan orang lain

Menit ke-30:52 Ketika telah terjadi transaksi jual-beli, tapi antara penjual dan pembeli masih terikat khiyar. Misalnya terikat khiyar majelis, yaitu dimana keduanya masih berada di tempat transaksi yang sama dan belum berpisah, maka kita masuk ke transaksi tersebut kemudian mengatakan kepada si penjual: “Jangan engkau menjual barang ini kepada dia, biarkan saya yang membelinya dengan harga lebih mahal.” Hal ini berarti membeli diatas pembelian orang lain. Seseorang sudah menjual kepada orang lain, kemudian kita menawarkan harga yang lebih mahal kepada orang tersebut sehingga dia akan membatalkan jual belinya kepada orang lain.

Atau sebaliknya, kita datang kepada si pembeli ketika keduanya masih terikat khiyar (masih bisa membatalkan jual-beli), kemudian kita mengatakan: “Jangan kau beli barang ini, saya punya barang yang lebih baik, saya akan menjualnya kepadamu dengan harga yang sama/barang yang sama dengan harga yang lebih murah.” Ini adalah menjual diatas penjulan orang lain atau membeli diatas pembelian orang lain.

Kita bisa bayangkan kalau berada dalam posisi itu. Kita sudah menjual, sudah deal, sudah transaksi, tapi ternyata kemudian masuk yang katanya sama-sama muslim, sama-sama satu agama, tapi memperlakukan kita seperti itu. Tentunya kita akan sakit hati dengan hal seperti itu. Ini termasuk perkara yang bisa menimbulkan permusuhan di antara sesama muslim. Maka ini juga dilarang dalam agama kita.

Menit ke-1:13:22 Ini merupakan hadits pokok dalam ibadah sosial. Hadits pokok tentang bagaimana kita berinteraksi dengan sesama yang tentunya kita tidak bisa lepas dari hal itu. Sesama musim adalah saudara, maka kita tidak boleh melakukan perkara-perkara yang mengganggu atau mengancam jiwa, harta dan kehormatan mereka.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian Hadits Arbain Ke 35 – Semua Muslim Bersaudara


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/50777-hadits-arbain-ke-35-semua-muslim-bersaudara/